Tuhan... sselamat siang. Aku tak tau di surga sedang musim apa, penghujan atau kemaraukah? Ataukah mungkin sekarang sedang turun salju? Pasti indah. Kalau boleh berbincang sedikit, aku belum pernah melihat salju. Mungkin, kalau aku sudah cukup dewasa dan sudah bisa menghasilkan banyak uang sendiri, aku akan bisa menyaksikan salju, dengan mata kepalaku sendiri.
Aku tau Tuhan tidak pernah sibuk. Aku tau Tuhan
selalu mendengar isi hatiku meskipun Tuhan tak segera memberi pukpuk di bahuku.
Aku tak perlu curiga padaMu Tuhan, soal Tuhan mendengar doaku atau tidak. Aku percaya
telingaMu selalu tersedia untuk siapapun yang percaya padaMu. Aku yakin
pelukanMu selalu terbuka bagi siapapun yang lelah pada dunia yang membuatnya
menggigil. Aku mengerti tanganMu selalu siap menyatukan kembali
kepingan-kepingan hati yang patah.
Masih tentang hal yang sama, Tuhan. Aku belum
ingin ganti topik. Tentang dia. Seseorang yang selalu kuperbicangkan 1 tahun 6 bulan terakhir bersamaMu. Seseorang yang selalu kusebut dalam setiap doa dan harapan ketika
aku bercakap panjang denganMu.
Aku sudah tau, perpisahan yang Kauciptakan
adalah sesuatu yang terbaik untukku. Aku mengerti kalau Tuhan sudah
mempersiapkan seseorang yang jauh lebih baik darinya. Tapi... bukan berarti aku
harus absen menyebut namanya dalam doaku bukan?
Tuhan dia sudah menemukan pengganti ku bahkan saat masih bersamaku, entah lebih baik atau lebih buruk dariku. Atas
alasan apapun, dia sudah menyakitiku Tuhan. Tetapi bagaimanapun aku tak ingin melihat dia sedih karena ia tak
perlu merayakan kesedihannya seperti yang aku lakukan beberapa hari terakhir
ini. Seiring mendapatkan penggantiku, ia tak perlu merasa galau ataupun merasa
kehilangan. Sungguh... aku tak pernah ingin dia merasakan sakit seperti yang
kurasakan, Tuhan. Aku tak pernah tega melihat kecintaanku terluka seperti luka
yang belum juga kering di dadaku. Aku hanya ingin kebahagiaannya terjamin
olehMu, dengan atau tanpaku.
Tolong kali ini jangan tertawa, Tuhan. Aku tentu
saja menangis, dadaku sesak ketika tahu semua berlalu begitu cepat. Apalagi
ketika dia menemukan penggantiku saat dia masih bersamaku. Aku memang tak habis
pikir. Padahal, aku sedang menikmati perasaan bahagia yang meletup pelan-pelan
itu. Bukannya ingin berpikiran negatif, tapi ternyata setiap manusia punya
topengnya masing-masing. Ia berganti-ganti peran sesukanya. Sementara aku belum
cukup cerdas untuk mengerti wajah dan kenampakan aslinya. Aku hanya melihat
segala hal yang ia tunjukkan padaku, tanpa pernah tahu apa yang sebenarnya ada
dalam hatinya dan dia lakukan dibelakangku.
Aku tidak tau bagaimana hubungannya dengan kekasih barunya itu. Aku tak terlalu ingin mengurusi
hal itu. Aku yakin dia pasti bahagia, karena begitu mudah mendapatkan
penggantiku terlebih saat masih bersamaku.
Aku percaya dia sedang dalam titik jatuh cinta
setengah mati pada kekasih barunya, dan tidak lagi membutuhkan aku dalam helaan
nafasnya. Permintaan yang sama seperti kemarin, Tuhan. Jagalah kebahagiaannya
untukku. Bahagiakan dia untukku. Senyumnya adalah segalanya yang kuharapkan.
Bahkan, aku rela menangis untuknya agar ada lengkungan senyum di bibirnya. Aku
ingin lakukan apapun untuknya, tanpa melupakan rasa cintaku padaMu. Aku memang
tak menyentuhnya. Tapi... dalam jarak sejauh ini, aku bisa terus memeluknya
dalam doa.
Pernah terpikir agar aku bisa terkena amnesia
dan melupakan segala sakit yang pernah kurasa. Agar aku tak pernah merasa
kehilangan dan tak perlu menangisi sebuah perpisahan. Rasanya hidup tak akan
terlalu rumit jika setiap orang mudah melupakan rasa sakit dan hanya mengingat
rasa bahagia. Namun... aku tau hidup tak bisa seperti itu, Tuhan. Harus ada
rasa sakit agar kita tau rasa bahagia. Tapi, bagiku rasa sakit yang terlalu
sering bisa membuat seseorang menikmati yang telah terjadi. Itu dalam
pendapatku Tuhan. Bagaimana dengan pendapatMu?
Aku memang tak perlu meratap, karena sepertinya
ia bahagia bersama kekasih barunya. Ia pasti telah menemukan dunia baru yang
lebih indah dan menyenangkan dibandingkan pada saat masih bersamaku. Aku turut senang jika hal itu benar, kembali pada
bagian awal, Tuhan. Aku tak pernah ingin dia merasakan sakitnya perpisahan,
seperti yang aku rasakan.
Akhir percakapan, aku tidak minta agar dia segera putus dari kekasihnya, atau hubungan mereka segera kandas di tengah jalan. Aku hanya minta agar dia bisa setia denganp kekasihnya sekarang. Agar kekasihnya tidak merasakan sakit yang aku rasakan sekarang. Agar ia bisa belajar setia dan menghargai sebuah hubungan dengan serius. Semoga kekasihnya bisa mengertinya, menyayanginya dengan tulus, memberikannya perhatian ekstra, membahagiakannya lebih dari yang aku lakukan. Tapi aku percaya Tuhan, tidak ada yang lebih mencintainya dibanding aku.
Kembali pada bagian awal. Aku hanya ingin ia
bahagia. Cukup.
0 comments:
Post a Comment