Siapa sih manusia yang sempurna?
Engga ada.
Sama aja kayak saya,
Sama aja kayak kamu, kayak kalian.
Belakangan saya semakin merasakan ketidaksempurnaan itu dibanding hal-hal lain yang pernah terjadi sebelumnya.
Saat pacar saya bilang tentang kekurangan-kekurangan saya, saya tidak pengertian dan lainnya.
Padahal saya sudah coba lakukan yang saya bisa dan jadi yang terbaik.
Saat dia berada didekat saya 3 bulan terakhir.
Saya berusaha mengurusnya, menjaganya, merawatnya, mencintainya sebisa mungkin dan setulusnya.
Padahal ini kali pertama saya turun tangan untuk mengurus, menjaga, merawat, mencintai seorang laki-laki setulusnya
Bahkan sebelum dia berada dekat saya, saya pun sebisa mungkin menjaganya.
Khawatir jika dia belum sampai rumah, panik saat dia sakit. Sesibuk apapun waktu saya, sejauh apapun jaraknya, setidak diinginkan saya disana, saya tetap menengok dan merawatnya. Bahkan saat waktu dia mengabarkan saya harus dirawat betapa khawatir dan paniknya saya, malam itu saya menangis tidak henti sampai mama saya bilang "sabar mbak, besok kesana ya mbak. malam ini siapin keperluan untuk massigit besok", dengan dibantu mama dan ayah saya menyiapkan yang harus dibawa, sampai saya kerja bawa keperluannya dan naik bis kesana yang baru pertama kali saya naik bis ketempat yang baru saya kunjungi, sesampainya betapa sedihnya saat melihat dia terbaring dirumah sakit, menginap, menemaninya dan menjaganya, saya berusaha bergerak cepat untuk mengambil obat, untuk menyendokkan dan menyuapi makannya. Sedih melihat dia merintih sakit dan meminta saya elus, saat dia terlelap saya menangis melihat orang yang saya cintai sakit, tidak saya biarkan diri saya tidur pada saat itu, terus mengelusnya, berdoa dalam hati saya, sholat malam meminta kesembuhannya. Sampai alhamdulillah dia sembuh.
Jujur itu pertama kalinya saya melakukan seperti itu, itu karena saya sangat mencintainya. Padahal sebelumnya saat saya sendiri sakit, saya tidak bisa mengurus diri saya, saya menyerahkan semuanya untuk diurus ke orang tua saya tapi untuk orang yang saya sangat cintai saya belajar merawatnya sebisa saya walau saya banyak salah.
Tapi tiba-tiba, lagi-lagi ada hal yang harus saya lakukan dan belum pernah dihadapi sebelumnya.
Selalu ada yang pertama untuk segala hal.
Untuk semua usaha saya, selalu masih ada aja kesalahan yang saya buat tapi fatal menurutnya.
Engga ada.
Sama aja kayak saya,
Sama aja kayak kamu, kayak kalian.
Belakangan saya semakin merasakan ketidaksempurnaan itu dibanding hal-hal lain yang pernah terjadi sebelumnya.
Saat pacar saya bilang tentang kekurangan-kekurangan saya, saya tidak pengertian dan lainnya.
Padahal saya sudah coba lakukan yang saya bisa dan jadi yang terbaik.
Saat dia berada didekat saya 3 bulan terakhir.
Saya berusaha mengurusnya, menjaganya, merawatnya, mencintainya sebisa mungkin dan setulusnya.
Padahal ini kali pertama saya turun tangan untuk mengurus, menjaga, merawat, mencintai seorang laki-laki setulusnya
Bahkan sebelum dia berada dekat saya, saya pun sebisa mungkin menjaganya.
Khawatir jika dia belum sampai rumah, panik saat dia sakit. Sesibuk apapun waktu saya, sejauh apapun jaraknya, setidak diinginkan saya disana, saya tetap menengok dan merawatnya. Bahkan saat waktu dia mengabarkan saya harus dirawat betapa khawatir dan paniknya saya, malam itu saya menangis tidak henti sampai mama saya bilang "sabar mbak, besok kesana ya mbak. malam ini siapin keperluan untuk massigit besok", dengan dibantu mama dan ayah saya menyiapkan yang harus dibawa, sampai saya kerja bawa keperluannya dan naik bis kesana yang baru pertama kali saya naik bis ketempat yang baru saya kunjungi, sesampainya betapa sedihnya saat melihat dia terbaring dirumah sakit, menginap, menemaninya dan menjaganya, saya berusaha bergerak cepat untuk mengambil obat, untuk menyendokkan dan menyuapi makannya. Sedih melihat dia merintih sakit dan meminta saya elus, saat dia terlelap saya menangis melihat orang yang saya cintai sakit, tidak saya biarkan diri saya tidur pada saat itu, terus mengelusnya, berdoa dalam hati saya, sholat malam meminta kesembuhannya. Sampai alhamdulillah dia sembuh.
Jujur itu pertama kalinya saya melakukan seperti itu, itu karena saya sangat mencintainya. Padahal sebelumnya saat saya sendiri sakit, saya tidak bisa mengurus diri saya, saya menyerahkan semuanya untuk diurus ke orang tua saya tapi untuk orang yang saya sangat cintai saya belajar merawatnya sebisa saya walau saya banyak salah.
Tapi tiba-tiba, lagi-lagi ada hal yang harus saya lakukan dan belum pernah dihadapi sebelumnya.
Selalu ada yang pertama untuk segala hal.
Untuk semua usaha saya, selalu masih ada aja kesalahan yang saya buat tapi fatal menurutnya.
Sampai seolah dia melupakan semua usaha saya.
Dia menunjukkan ketidaksenangannya, dia bilang saya tidak pengertian dan tidak menerima dia apa adanya.
Sedih? Pasti.
Saya langsung merasakan bahwa semua yang saya lakukan adalah salah.
Misal dari sepuluh kali suapan yang saya berikan adalah benar, lalu dengan satu kali saya salah, berarti kemarin yang saya lakukan dengan benar juga tidak ada artinya.
Menyebalkan? Iya.
Lalu kemana pengorbanan saya selama ini? saya selalu berusaha menerima dia apa adanya, meneminya dalam kondisi apapun, susah senang terpuruk bangkit sakit bahagia, apapun kondisinya saya selalu menemaninya sesuai 2 tahun lalu yang dia minta saya berjanji tidak akan meninggalkannya apapun yang terjadi. Apa saya masih tidak bisa menerima dia apa adanya?
Saat dia berada didekat saya, saya selalu berusaha menemaninya, saya tidak mau dia kesepian. 3 bulan terakhir saya bahagia, bisa belajar mengurusnya sepenuh hati saya, sebisa saya walau saya banyak salah, dari menyiapkan bekal untuknya setiap pagi, mulai bisa memasak, membuat kan fia bakso saat hujan dan dia menonton bola, bercanda seharian, dan banyak hal yang tidak bisa saya jelaskan. Apakah itu semua artinya saya membebankan dia?
Ketahuilah bahwa saya berusaha semampunya untuk menjadi benar — walaupun tidak bisa sempurna.
Maaf saya untuk ketidaksempurnaan itu.
Maaf saya untuk kesalahan kecil yang saya lakukan tanpa sengaja.
Maaf saya untuk hal yang saya lakukan dengan benar tapi tidak artinya.
Tapi saya ingin memastikan bahwa dia melihat saya berusaha.
Saya yang selalu menaklukan diri sendiri dengan berkata; bahwa kamu memang sebegitu sulit, tapi sesuatu yang sulit bukan berarti tidak bisa dihadapi.
Terimalah kekurangan, syukurilah kelebihan.
Berbahagia kah kita di atas ketidaksempurnaan?
Dia menunjukkan ketidaksenangannya, dia bilang saya tidak pengertian dan tidak menerima dia apa adanya.
Sedih? Pasti.
Saya langsung merasakan bahwa semua yang saya lakukan adalah salah.
Misal dari sepuluh kali suapan yang saya berikan adalah benar, lalu dengan satu kali saya salah, berarti kemarin yang saya lakukan dengan benar juga tidak ada artinya.
Menyebalkan? Iya.
Lalu kemana pengorbanan saya selama ini? saya selalu berusaha menerima dia apa adanya, meneminya dalam kondisi apapun, susah senang terpuruk bangkit sakit bahagia, apapun kondisinya saya selalu menemaninya sesuai 2 tahun lalu yang dia minta saya berjanji tidak akan meninggalkannya apapun yang terjadi. Apa saya masih tidak bisa menerima dia apa adanya?
Saat dia berada didekat saya, saya selalu berusaha menemaninya, saya tidak mau dia kesepian. 3 bulan terakhir saya bahagia, bisa belajar mengurusnya sepenuh hati saya, sebisa saya walau saya banyak salah, dari menyiapkan bekal untuknya setiap pagi, mulai bisa memasak, membuat kan fia bakso saat hujan dan dia menonton bola, bercanda seharian, dan banyak hal yang tidak bisa saya jelaskan. Apakah itu semua artinya saya membebankan dia?
Ketahuilah bahwa saya berusaha semampunya untuk menjadi benar — walaupun tidak bisa sempurna.
Maaf saya untuk ketidaksempurnaan itu.
Maaf saya untuk kesalahan kecil yang saya lakukan tanpa sengaja.
Maaf saya untuk hal yang saya lakukan dengan benar tapi tidak artinya.
Tapi saya ingin memastikan bahwa dia melihat saya berusaha.
Saya yang selalu menaklukan diri sendiri dengan berkata; bahwa kamu memang sebegitu sulit, tapi sesuatu yang sulit bukan berarti tidak bisa dihadapi.
Terimalah kekurangan, syukurilah kelebihan.
Berbahagia kah kita di atas ketidaksempurnaan?
0 comments:
Post a Comment