Di ujung malam seperti ini, perempuan pada umumnya sudah berada di tempat tidur. Menarik selimutnya sampai menutup bahu untuk menghindari dingin malam yang mencekam atau dinginnya air conditioner kamar. Ini salahku jika sampai saat ini aku belum terpejam, aku selalu sulit mencari kantuk. Entah mengapa sulitnya mencari kantuk sama seperti sulitnya memahami keinginanmu.
Saat menulis ini, aku habis memperhatikan isi chat whatsapp kita. Aku menebak-nebak kenapa kamu seperti itu dan
karena itulah aku jadi terluka parah. Seharusnya tak perlu kuikuti rasa kecewa dan sakit ku, orang yang ku cintai dengan tulus kini bersikap seolah mengacuhkan ku, tidak ada pedulinya, seperti sedang memiliki perempuan lain yang dekat dengan mu hingga kamu lebih memilih dia dan apakah itu nyata atau
drama belaka hanya kamu yang tau.
Begitu cepat kamu lupakan aku dan semua pengorbanan aku, atau bahkan dapatkan yang baru, Sayang.
Sementara di sini, aku masih memperjuangkan hubungan kita. Aku tak temukan tangis dalam
hari-harimu, nampaknya kamu terlihat baik-baik saja.
Tak ada luka. Tak ada kegalauan. Tak ada duka. Kamu masih bisa tertawa, aku tak
tahu pria macam apa yang kucintai dengan sangat hati-hati ini.
Hampir setiap malam atau bahkan setiap saat, aku
masih sering merindukanmu. Mengingat betapa dulu kita pernah baik-baik saja.
Aku pernah kaubahagiakan, kauberi senyuman, kaubuat tertawa, juga terluka. Pada
pertemuan kita kemarin, kamu menggenggam tanganku memeluk ku seakan
memberitahu bahwa kamu tak ingin melepaskanku. Kamu menatap mataku sangat dalam. Saat itu, aku merasa begitu spesial, merasa begitu penting bagimu.
Dan, inilah salahku, mengharapkanmu yang terlalu tinggi.
Jujur, mungkin saat ini aku memang merasa sakit dan sangat kecewa sama kamu. Aku belum bisa
menerimamu meminta menjauh tiba-tiba seperti itu. Mengapa aku tak bisa menerima semua
secepat kamu meminta kita berjauhan dan kamu bilang ingin memiliki hidup sendiri? Karena kamulah yang seolah ingin meninggalkanku lebih
dulu. Mas, sungguh aku tak paham maumu. Apa matamu begitu buta
untuk melihat bahwa aku lah orang yang mencintai mu dengan tulus, menerima mu apa adanya, hanya kaulah satu-satunya yang
kuperjuangkan dan kuharapkan?
Ingat, kamu pernah bilang bahwa kamu mencintaiku
seutuhnya dan ingin merencang masa depan bersamaku. Sebagai perempuan yang tentu senang diberi harapan, aku tersenyum
sambil memegang tanganmu. Aku bersandar di bahumu, dan kamu memelukku. Kamu merangkulku lalu kamu bilang padaku bahwa kamu memintaku berjanji tidak akan meninggalkanmu apapun yang terjadi. Aku mengangguk dan kamu memintaku bersumpah, aku pun bersumpah. Jika kamu tau sebelum kamu memnita ku berjanji, aku sudah lebih dulu berjanji pada diriku bahwa kamu lah orang terakhir yang aku cinta dan aku akan menemanimu apapun yang terjadi nantinya. Aku berbisik di
telingamu, memberitahu bahwa aku sangat menyanyangimu. Kamu membalasnya dengan berkata "aku juga sayang kamu". Kamu tahu apa yang kurasakan saat itu? Rasanya aku tak
pernah ingin kehilangan kamu, bahkan membayangkannya pun aku terlalu takut.
Namun tiba-tiba, kaubilang aku ini tidak menerimu apa adanya, tidak ada pengertian, dan kamu ingin punya hidup sendiri. Tiba-tiba kaukatakan bahwa kamu meminta tidak menemui ku dihari sabtu dan minggu. Kenapa
baru sekarang kamu ucapkan bahwa kebersamaan kita dan semua pengorbananku seperti tidak ada artinya?
Selama ini kamu ke mana? Selama kamu begitu rajin bilang cinta dan rindu,
apakah saat itu kamu tak menyadari semua pengorbananku?
Aku mencitaimumu begitu dalam, apakah kamu mencintaiku sedalam aku
mencintaimu?